Kamu datang dan memberikan secercah harapan untukku bisa percaya pada orang lain, di saat aku benar-benar sudah jenuh dengan segala kebohongan dan tidak ingin mempercayai siapapun. Kamu datang, dan membuatku percaya kalau aku masih bisa mempercayai seseorang. Kamu datang mengetuk pintu yang sudah aku kunci rapat-rapat dan meyakinkanku untuk membukanya lalu kamu mengisi ruang yang telah lama aku biarkan kosong. Kamu mewarnai ruang, mengajakku masuk ke dalamnya, membuatku percaya lagi pada cinta, membuatku lupa apa yang telah aku jaga selama ini. Kamu berhasil masuk ke dalam ruang yang telah lama aku jaga dan aku kunci untuk diriku sendiri, dan aku hanya membiarkanmu masuk dan menikmati warna-warna yang kamu beri.
Akhirnya kamu membuat perasaanku bernegosiasi dengan logikaku. Perasaanku terus berargumen dengan segala yang ingin dipercayainya, walaupun logikaku menolak tetap saja logika selalu kalah dengan perasaan.
Dan aku memutuskan untuk mempercayaimu masuk dan mengisi ruang yang telah aku diamkan untuk waktu yang cukup lama. Namun, saat aku telah membiarkanmu masuk mengapa kamu dengan seenaknya pergi tanpa kejelasan?
Saat aku percaya bahwa kamu dapat dipercaya, mengapa justru kamu menghilang? Aku sempat bahagia, untuk sesaat. Aku sempat bahagia dan menyangkanya bahwa kebahagiaan itu jelas terasa. Namun aku salah, kebahagiaan sesaat yang kamu beri hanyalah kebahagiaan semu dari siluet ruang fatamorgana yang terlalu aku percayai. Pada akhirnya, kebahagiaan semu dari siluet ruang fatamorgana akan selalu tergantukan dengan kejelasan...entah terang ataupun gelap. Terima kasih telah mengetuk ruang, masuk ke dalamnya, dan mengisinya. Terima kasih juga telah membiarkannya terbuka dan membuatku bertanya apa arti dari kejelasan.
AZS
